Pada 2011, tepatnya pada 11 Maret, gelombang tsunami Tōhoku yang disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 9,0 magnitudo melanda Jepang. Bencana alam ini menyebabkan kerusakan yang parah dan kehilangan nyawa yang besar, meninggalkan luka bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Salah satunya adalah Yasuo Takamatsu yang kehilangan istri tercintanya. Sudah 13 tahun berlalu,, tapi Yasuo terus melakukan penyelaman untuk menemukan istrinya agar bisa dimakamkan dengan layak.
Simak kisah haru Yasuo Takamatsu yang sampai saat ini masih berjuang untuk mencari istrinya di setiap kedalaman.
Hari yang Mengubah Segalanya
Tanggal 11 Maret 2011 menjadi salah satu hari paling kelam bagi masyarakat Jepang karena terjadinya tsunami. Hari itu jugalah menjadi hari terakhir Yasuo mendengar kabar terakhir dari istrinya, Yuko, yang saat itu berusia 47 tahun.
Sebagaimana dilansir dari Milwaukee Independent, Yuko termasuk salah satu korban yang tersapu gelombang tsunami saat dia berada di kantornya di Bank 77 cabang Onagawa. Gempa berkekuatan 9,0 skala richter ini merupakan salah satu gempa terkuat yang pernah tercatat dalam sejarah Jepang.
Pesan Terakhir Sang Istri
Penuh Haru, Pria Jepang Ini Masih Berjuang Mencari Sang Istri Pasca Tsunami Jepang 2011/Foto: Freepik.com/katemangostar
Di hari yang sama, Yasuo menerima e-mail dari Yuko yang berisi: “Apa kamu baik-baik saja? Saya ingin pulang ke rumah.” Itulah kata-kata terakhir yang Yasuo terima dari Yuko. Beberapa bulan setelah tragedi tersebut, Yasuo berhasil memulihkan ponsel sang istri yang ditemukan seseorang di tempat parkir tempat sang istri bekerja.
Di ponsel tersebut, Yasuo menemukan pesan yang belum terkirim dan pesan tersebut dibuat pada pukul 03:25 waktu setempat. “Tsunami yang sangat besar,” bunyinya. Dari situ Yasuo mengetahui bahwa Yuko masih hidup hingga pukul 03.25 sebelum akhirnya tersapu gelombang.
Jenazah Yuko Tidak Pernah Ditemukan
Sosok Yuko, istri Yasuo Takamatsu/Foto: Youtube.com/South China Morning Post
|
Yuko termasuk di antara 2.523 orang yang jasadnya tidak pernah ditemukan dari tragedi tersebut. Operasi pencarian telah dilakukan selama 13 tahun terakhir dan Yasuo belum mendengar kabar bahwa jenazah sang istri telah ditemukan.
Pantang Menyerah untuk Membawa Sang Istri Kembali
Penuh Haru, Pria Jepang Ini Masih Berjuang Mencari Sang Istri Pasca Tsunami Jepang 2011/Foto: Freepik.com/kichigin
Setelah pensiun dari Pasukan Bela Diri Darat, Yasuo mulai bekerja sebagai sopir bus dan menggunakan setiap waktu luangnya untuk mencari jasad sang istri. Dilansir dari The Wrap, Yasuo memulai scuba diving pada tahun 2013 sebagai upaya terakhir untuk menemukan jasad istrinya.
Sejak saat itu, Yasuo telah melakukan penyelaman lebih dari 600 kali. Meski harapannya kecil, Yasuo tetap bertekad untuk menemukan jasad istrinya, membawanya pulang, memakamkannya dengan layak, dan memenuhi janji yang telah dia buat untuk istri tercinta.
Dalam setiap penyelaman, Yasuo tidak hanya menghadapi tantangan fisik di kedalaman laut, tapi juga gejolak emosi karena berulang kali menghadapi kehilangan. Yasuo telah menyisir dasar laut untuk mencari tanda-tanda keberadaan Yuko atau korban lain yang hilang. Namun, dia hanya menemukan sisa-sisa kehidupan yang pernah dijalani seperti album foto dan pakaian.
Diangkat Menjadi Film Pendek
Penuh Haru, Pria Jepang Ini Masih Berjuang Mencari Sang Istri Pasca Tsunami Jepang 2011/Foto: Dok. The Wrap
Pada tahun 2018, sutradara Masako Tsumura dan Erik Shirai merasa tersentuh dengan kisah Yasuo saat mereka membaca ceritanya di New York Times Magazine dan memutuskan untuk mengangkat kisah tersebut menjadi sebuah film pendek. Mereka berdua pun memutuskan untuk bertemu dengan Yasuo.
“Saat kami mengembangkan hubungan yang lebih dalam dengannya, dia perlahan mulai bercerita tentang kehidupan sebelum tsunami, kenangan yang ditinggalkan, dan perjalanannya mencari sang istri,” kata Masako.
Tsunami Jepang 2011/ Foto: getty Images
|
Ketika pandemi COVID melanda, Masako dan Erik melihat Yasuo masih terus menyelam dan mencari istrinya sementara seluruh dunia sedang melakukan lockdown. Mereka melihat kesempatan untuk mendokumentasikan pencarian. Namun, menentukan jadwal syuting selama COVID menjadi tantangan bagi mereka karena orang asing dari luar wilayah tersebut tidak diterima.
Meski begitu, protokol COVID bukan satu-satunya tantangan yang Masako hadapi karena produksi bawah air juga sangat sulit. Mereka juga harus menunda syuting beberapa kali karena kondisi cuaca buruk saat itu.
“Bawah air di wilayah ini sulit karena arus yang kuat, suhu dingin, dan jarak pandang yang rendah, tapi kami tetap bekerja sama dengan sinematografer bawah air terbaik di Jepang,” kata Masako.
Kisah Yasuo diangkat ke dalam sebuah film pendek berjudul Nowhere to Go but Where yang dirilis pada tahun 2022, film ini mengeksplorasi hubungan rumit dan genting antara manusia dan alam.
Selain itu, tsunami Jepang 2011 adalah salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah Jepang modern dengan ribuan orang tewas, hilang, atau terluka, serta menyebabkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang besar.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Mirafestivalberlin? Yuk gabung ke komunitas pembaca Mirafestivalberlin, Mirafestivalberlin.com. Caranya DAFTAR DI SINI!
(naq/naq)