Menjadi orang tua berarti terus belajar dalam mendidik anak. Seiring berkembangnya zaman, metode pengasuhan juga semakin beragam. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anak mereka.
Namun, tidak semuanya luput dari kesalahan dalam pengasuhan. Misalnya, penggunaan kalimat yang tidak dipikirkan matang bisa merusak kesehatan mental anak dan memengaruhi karakter mereka ketika dewasa.
Melansir dari Brightside, berikut ini 7 kalimat yang malah merusak mental dan berdampak negatif bagi anak, meskipun orang tuanya tidak bermaksud seperti itu. Apa saja ya?
1. “Kamu cantik banget”
Ilustrasi/Foto: freepik.com/freepik
Psikolog menyarankan agar tidak memfokuskan perhatian anak perempuan pada kecantikan mereka. Ketika tumbuh dewasa, seorang anak mungkin akan berpikir bahwa penampilan adalah yang paling penting dan mereka mungkin akan mudah insecure ketika adanya ketidaksempurnaan.
2. “Dulu Ayah bisa mencetak 100 gol saat seusiamu”
Ilustrasi/Foto: freepik.com/freepik
Perbandingan yang tidak menguntungkan anak selalu menyakitkan untuk mereka. Terlebih jika mereka dibandingkan bukan dengan tetangga atau paman, tapi dengan orang tua mereka sendiri yang menjadi sosok sempurna bagi anak tersebut, maka rasa tersinggungnya akan semakin besar. Membanding-bandingkan akan membuat anak stres, menurunkan harga diri, bahkan bisa menjauhkan diri dari orang tua.
3. “Jangan makan itu, kamu udah gemuk”
Ilustrasi/Foto: freepik.com/freepik
Jika menyangkut kelebihan berat badan dan pembatasan pola makan terhadap anak, lebih baik fokus pada rasa dan manfaat makan sehat daripada bahaya makan tidak sehat. “Ternyata brokoli sangat enak!” terdengar jauh lebih baik daripada “Kentang goreng tidak ada gizinya selain membuatmu makin gemuk!”. Kalimat itu mengingatkan anak bahwa kelebihan berat badan berbahaya bagi harga diri mereka dan bisa menyebabkan masalah makan berlebihan saat dewasa.
4. “Mama/Papa pergi ya, kamu akan ditinggalin di sini”
Ilustrasi/Foto: freepik.com/freepik
Sering kali, kita mendengar orang tua berkata, “Mama/Papa pergi ya, kamu akan di sini aja” ketika anaknya tidak mau pulang dari jalan-jalan atau tempat lain. Ancaman untuk ditinggalkan sering diucapkan membuat anak takut menghilangkan perasaan dilindungi dan ia akan merasa kehilangan orang tua sebagai pusat rasa aman. Orang tua bisa mencoba mengalihkan perhatian si kecil dengan menawarkan hal lain, misalnya ajak si kecil menghitung burung yang akan ditemui saat perjalanan pulang.
5. “Jangan lakukan itu!”
Ilustrasi/Foto: freepik.com/freepik
Ungkapan untuk melarang tersebut tidak berhasil memperbaiki perilaku anak. Anak akan tetap melakukan hal yang membuatnya penasaran. Lebih baik orang tua mengganti kalimat larangan tersebut, misalnya daripada mengatakan “Jangan melompat ke genangan air itu!”, kamu bisa berkata “Kelilingi genangan air ini yuk!” dan pastikan menambahkan kata “Tolong” dengan memberikan contoh.
6. “Tentu saja boleh!”
Ilustrasi/Foto: freepik.com/fabrikasimf
Pastinya sangat sulit untuk mengatakan “tidak” kepada anak. Pola asuh yang permisif tersebut pada akhirnya bisa merugikan banyak pihak. Sebuah studi menunjukkan bahwa sikap permisif merupakan penyebab tidak langsung seorang anak berakhir di pergaulan yang salah, dimana jika dipengaruhi oleh teman barunya, anak bisa mendapat masalah dan bahkan melakukan kejahatan.
Mungkin banyak orang tua yang juga tidak sadar mengucapkan atau melakukan hal-hal yang justru merusak kesehatan mental anak saat dewasa nanti. Tidak ada yang sempurna, tapi orang tua terus belajar dalam mendampingi tumbuh kembang anak.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Mirafestivalberlin? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Mirafestivalberlin, Mirafestivalberlin.com. Caranya DAFTAR DI SINI!
(dmh/dmh)