Life

6 Kata yang Bikin Orang Meragukan Kemampuanmu Menurut Psikologi, Hindari Yuk!

×

6 Kata yang Bikin Orang Meragukan Kemampuanmu Menurut Psikologi, Hindari Yuk!

Sebarkan artikel ini


Kata-kata itu penting diperhatikan ketika berkomunikasi. Apa yang kamu ucapkan bisa memengaruhi citra diri, baik itu di lingkup pertemanan maupun pekerjaan.

Di lingkungan kerja, ada kata atau frasa tertentu yang dapat langsung merusak kredibilitasmu, membuat orang meragukan kompetensimu, dan menganggapmu kurang serius. Tentu hal ini akan berdampak buruk jika kamu mau menyampaikan ide gagasan kepada rekan kerja.

Jadi, mari pelajari enam kata dan frasa yang harus perlu dihindari berikut ini jika kamu ingin mendapat rasa hormat dan dianggap serius.

1. “Kayaknya”

Ilustrasi Percakapan/ Foto: pexels.com/Tirachard Kumtanom

“Kayaknya…” atau “Sepertinya…” dapat membuat kamu tampak tidak yakin atau meragukan pemikiran dan idemu sendiri. Orang lain yang mendengarnya pun jadi mempertanyakan kompetensi dan keahlianmu.

Untuk menumbuhkan keyakinan pada ide dan gagasanmu sendiri, latihlah sikap optimis sebagaimana perkataan psikolog dan peraih Nobel Daniel Kahneman, “Nothing in life is as important as you think it is, while you are thinking about it.”

2. “Bukan salahku”

Kata-kata “Bukan salahku…” dapat langsung membuat orang bersikap defensif dan menciptakan suasana negatif. Memang penting untuk membela diri jika kamu dituduh secara salah, namun menggunakan kata-kata ini terdengar seperti kamu mengabaikan tanggung jawab atau menyalahkan orang lain.

Carl Rogers, seorang psikolog terkemuka, pernah berkata, “What I am is good enough if I would only be it openly.”

Kutipan ini mengingatkan untuk bertanggung jawab atas tindakan diri dengan sikap terbuka dan jujur. Jadi, daripada berkata “Ini bukan salahku…”, lebih baik kamu menyusun tanggapan yang berfokus pada penyelesaian masalah yang ada.

3. “Mungkin”

Kata-kata “Mungkin…” mengandung ketidakpastian. Kalau kamu berpikir bahwa dengan menggunakan kata “mungkin” berarti menjaga sikap diplomatis dan terbuka pada semua pilihan, segera ubah pikiran tersebut. 

Lebih baik membuat keputusan yang jelas meski tidak sempurna, daripada terus-menerus bingung dan menghindari komitmen. Ada saat-saat yang tepat untuk mengungkapkan ketidakpastian atau membiarkan pilihan tetap terbuka, namun lakukanlah dengan hemat dan sadar.


4. “Maaf, tapi…”

Ilustrasi Percakapan/ Foto: pexels.com/fauxels

Di serial era 2000-an, Bajaj Bajuri, ada Mpok Minah yang suka mengucap kata “Maaf, tapi…” di berbagai situasi. Sosoknya kelihatan lemah dan tidak percaya diri.

Kurang lebih seperti itulah jika kamu keseringan mengatakan maaf di lingkungan kerja. Kata “maaf” memang penting, kadang jadi tanda kesopanan dan sopan santun. Namun, memulai kalimat dengan “maaf” sebenarnya bisa menjadi kontraproduktif, terutama jika kamu tidak bersalah atau tidak perlu meminta maaf.

Hal ini memberikan kesan bahwa kamu mengganggu atau pendapatmu merupakan beban, yang dapat melemahkan otoritas dan kredibilitasmu. Kata maaf yang diucap sebelum mengutarakan pendapat atau mengajukan pertanyaan, secara tidak sadar memperkuat keyakinan bahwa suaramu kurang penting.

5. “Akan kucoba”

“Kucoba ya…” atau “Akan kucoba dulu ya…” dan kata-kata sejenisnya adalah ungkapan yang tampak tidak berbahaya, namun secara halus dapat menunjukkan kurangnya komitmen atau kepercayaan diri pada kemampuanmu untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan.

Kata-kata ini memang bisa menunjukkan kesediaanmu untuk menghadapi tantangan, namun di sisi lain juga menimbulkan keraguan apakah kamu benar-benar dapat mencapai apa yang akan kamu “coba” lakukan.

Perkataan tersebut tidak memiliki ketegasan dan kepastian yang menuntut rasa hormat dan menanamkan kepercayaan pada orang lain. Jadi sebaliknya, ucapkan “Saya akan…” untuk menunjukkan komitmen dan keyakinan yang lebih kuat pada kemampuan diri sendiri.

6. “Terserah”

“Terserah” adalah sebuah kata yang mungkin tampak biasa saja atau fleksibel, namun sering kali terkesan meremehkan atau bahkan kasar. Kata ini menunjukkan bahwa kamu tidak peduli atau tidak tertarik pada hasilnya.

Bisa saja kamu menganggapnya santai, tetapi orang lain mungkin menafsirkannya sebagai ketidakpedulian atau kurangnya motivasi. Jauh lebih baik untuk mengungkapkan preferensimu yang sebenarnya atau setidaknya terlibat dengan keputusan yang ada.

Carl Rogers, salah satu psikolog paling berpengaruh di abad ke-20, menekankan pentingnya komunikasi yang tulus dan empati. Ia mengajarkan bahwa “Komunikasi nyata terjadi ketika kita berusaha mendengarkan dengan pengertian daripada mengevaluasi orang lain dari sudut pandang kita sendiri.”

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Mirafestivalberlin? Yuk gabung ke komunitas pembaca Mirafestivalberlin Mirafestivalberlin.com. Caranya DAFTAR DI SINI!


(dmh/dmh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *