Di antara 1.340 suku bangsa di Tanah Air, ada satu suku bernama Cia-Cia yang mendiami Pulau Buton, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Sekitar 80 ribu jiwa Suku Cia-Cia bermukim di Kelurahan Karya Baru yang berjarak sekitar 20 kilometer ke arah timur Kota Baubau.
Uniknya, mayoritas suku Cia-Cia, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa, pintar menulis dengan huruf-huruf Korea alias Hangeul! Eits, tapi, mereka belajarnya bukan karena suka nonton K-Drama, loh.
Warga kampung di sana menggunakan aksara Hangeul untuk berkomunikasi secara tertulis di antara mereka. Tapi, bahasanya tetap bahasa asli suku tersebut, yaitu Bahasa Cia-Cia.
Bahasa Cia-Cia di Pulau Buton merupakan bahasa tutur untuk berkomunikasi secara lisan oleh orang Cia-Cia. Tapi, bahasa tersebut tidak memiliki aksara untuk sistem penulisannya. Dalam rangka melestarikan bahasa Suku Cia-Cia, mereka mengadaptasi aksara Hangeul sebagai bentuk tulis dari bahasa Cia-Cia. Huruf ini pun digunakan sebagai penunjuk tempat-tempat umum, seperti nama jalan, halte, dan sekolah.
Lantas, bagaimana awal mula aksara Hangeul nun jauh dari Korea bisa masuk ke Pulau Buton? Berikut beberapa fakta unik tentang bahasa Cia-Cia.
Niat Awal Ingin Melestarikan Bahasa Cia-Cia
Papan nama jalan pakai huruf Hangeul Korea di Sulawesi/Foto: Instagram.com/kampungkorea_ciacia
Awal mula Suku Cia-Cia mengenal aksara dari Negeri Ginseng itu terjadi sekitar awal tahun 2000-an. Walikota Baubau saat itu, Amirul Tamin ingin melestarikan bahasa Cia-Cia di Buton yang bisa terancam punah.
Pasalnya, Bahasa Cia-Cia merupakan bahasa tutur yang digunakan untuk berkomunikasi secara lisan oleh orang Cia-Cia. Mereka tidak memiliki sistem aksara sendiri untuk mengabadikan pelafalan bahasa mereka.
Bahasa Cia-Cia sempat dipertimbangkan untuk ditulis dalam aksara Arab gundul. Namun, rupanya tidak semua bunyi konsonan bahasa Cia-Cia bisa ditulis dengan huruf Arab.
Pelafalan Bahasa Cia-Cia Mirip dengan Huruf Korea
Aksara Hangeul dari Korea mirip dengan pelafalan bahasa Cia-Cia/Foto: Dok. Kemendikbudristek
Pada tahun 2005, seorang guru besar asal Korea Selatan, Profesor Chun Thay Hyun, meneliti kepulauan Buton dan tertarik dengan bahasa Cia-Cia. Alasannya, bahasa tersebut ternyata memiliki kemiripan pelafalan dengan bahasa Korea dan cocok dengan bunyi aksara Hangeul. Sebab, entakan ketika berbicara bahasa Cia-Cia hampir mirip dengan bahasa tutur Korea.
Organisasi kemasyarakatan dari Korea, Hunminjeongeum Research Institute datang ke Buton pada tahun 2008 atas saran dari Prof. Chun Thay Hyun. Institut ini telah bertahun-tahun menyebarkan penggunaan abjad Korea di seluruh Asia. Akhirnya, penggunaan huruf Hangeul untuk menulis bahasa Cia-Cia mulai dikenalkan ke banyak orang.
Jadi Mata Pelajaran di Sekolah
Papan nama pasar di Kota Baubau, Sulawesi/Foto: Instagram.com/kampungkorea_ciacia
Pemerintah Kota Baubau juga bekerja sama dengan Hunminjeongeum Research Institute untuk menyusun bahan ajar kurikulum muatan lokal tentang bahasa Cia-Cia dengan huruf Hangeul. Para pelajar setiap tingkat pun mulai diajarkan cara menulis huruf Hangeul sebagai upaya melestarikan bahasa Cia-Cia.
Berkat aksara Hangeul itu, kini pemerintah setempat telah dibuat naskah bahasa Cia-Cia dalam tiga terjemahan, yakni Indonesia, Inggris, dan Korea. Keunikan ini sekaligus membuat nama Cia-Cia terkenal hingga ke mancanegara.
****
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Mirafestivalberlin? Yuk gabung ke komunitas pembaca Mirafestivalberlin Mirafestivalberlin.com. Caranya DAFTAR DI SINI!
(ria/ria)