Masih ingat kasus dugaan kekerasan seksual di UII Yogyakarta pada tahun 2020 silam? Kasus ini sempat menjadi perbincangan karena memakan setidaknya 30 korban perempuan. Pelakunya, yang diidentifikasi sebagai Ibrahim Malik (IM), diketahui adalah alumni predikat berprestasi UII Yogyakarta saat itu. Kini, setelah empat tahun berlalu, kasus ini berkembang ke arah yang cukup mengejutkan.
Melansir CNN Indonesia, Meila Nurul yang sebelumnya melakukan pendampingan pada para korban justru ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik. Hal ini merupakan buntut dari laporan balik IM pada tahun 2021 silam.
Hal ini menuai berbagai respon keras dari berbagai pihak. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Simak seluk beluknya berikut ini!
Latar Belakang Kasus
Ilustrasi Kekerasan Seksual/Foto: Freepik.com
|
Meila Nurul Fajriah adalah seorang advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang dikenal karena dedikasinya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan korban kekerasan seksual. Melia sendiri telah lama terlibat dalam berbagai kasus yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya yang berkaitan dengan kekerasan berbasis gender.
Meila Nurul menjadi sorotan setelah mendampingi 30 korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berinisial IM. Dalam konferensi pers yang digelar pada 4 Mei 2020, melansir CNN Indonesia, Meila mengungkap bahwa sudah ada 30 orang melapor ke LBH Yogyakarta karena mengaku mengalami kekerasan seksual oleh IM. Para pelapor melakukan pengaduan dalam rentang 17 April hingga 4 Mei 2020.
Kejadian ini mendapat perhatian luas dari publik, terutama setelah pihak UII mencabut predikat Mahasiswa Berprestasi yang disandang oleh IM sebagai respons atas laporan-laporan tersebut. Meila juga menuntut keadilan untuk para korban dan meminta agar IM tidak lagi diundang untuk menjadi pembicara, penceramah, dan bentuk glorifikasi lainnya.
Meila Kini Ditetapkan Sebagai Tersangka
Ilustrasi/Foto: Frepik.com/kues1
Pada 8 Juli 2024, LBH Yogyakarta menerima surat yang menyatakan bahwa Meila Nurul ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik. Melansir CNN Indonesia, penetapan ini merupakan imbas dari laporan terduga pelaku kekerasan seksual, IM, pada tahun 2021 lalu. Adapun laporan tersebut telah terdaftar dengan nomor LP/B/0972/XII/2021/SPKT Polda DIY tanggal 28 Desember 2021.
Dalam keterangannya pada CNN Indonesia, Dirreskrimsus Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi mengungkapkan bahwa Meila melanggar pasal pencemaran nama baik di Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3. Hal ini didasarkan pada bukti berupa sebuah tautan YouTube yang, menampilkan video rekaman pertemuan daring yang menampilkan Melia menyebut-sebut pelapor sebagai pelaku pelecehan seksual.
Polisi menetapkan Meila sebagai tersangka pada 24 Juni 2024, dengan tuduhan yang didasarkan pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Idham juga mengaku sempat melakukan pemanggilan pada Meila untuk meminta keterangan, namun tidak mendapat respon dari terlapor.
Menuai Reaksi Keras
Ilustrasi/Foto: Frepik.com
Penetapan ini menimbulkan kontroversi, mengingat pernyataan yang dijadikan dasar tuduhan adalah bagian dari siaran pers resmi LBH Yogyakarta. Banyak yang melihat penetapan Meila sebagai tersangka sebagai upaya untuk membungkam suara pembela HAM dan intimidasi terhadap advokat yang mendampingi korban kekerasan seksual.
Tagar #PerempuanPembelaHAM, #BebaskanMelia, #DukungMeila, dan lain-lain pun ramai di media sosial. Mereka ingin menunjukkan dukungan luas untuk Meila dan kecaman terhadap apa yang mereka anggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap advokat perempuan yang berani membela korban.
Pihak LBH Yogyakarta Angkat Bicara
Ilustrasi/Foto: Frepik.com
Sementara itu, Direktur LBH Yogyakarta, Julian Dwi Presetya, menganggap penetapan Meila sebagai tersangka adalah serangan terhadap pembela HAM perempuan. Julian menekankan bahwa siaran pers yang dibacakan oleh Meila adalah keputusan lembaga, bukan sikap pribadi Meila. Penetapan ini dianggap tidak hanya menargetkan Meila secara pribadi, tetapi juga seluruh lembaga yang aktif dalam isu pendampingan hak perempuan.
“Kalau kita cek konten YouTube terkait konferensi pers kasus kekerasan seksual ini, saudara Meila dia hanya bacakan surat siaran pers yang dikeluarkan LBH Jogja. Artinya penetapan tersangka Polda DIY tak hanya kepada Meila, tapi kami sebagai lembaga yang konsen dalam isu pendampingan terhadap hak perempuan,” kata Julian, sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia.
Bagian dari Taktik Darvo
Ilustrasi/Foto: Frepik.com
Dalam unggahan akun Instagram @feminismanis, disebutkan bahwa kriminalisasi Meila ini adalah bagian dari taktik Darvo (deny, attack, reverse victim, and offender). Taktik ini bertujuan untuk mengalihkan tanggung jawab yang seharusnya ditanggung pelaku kriminal kepada pihak lain. Hal ini sangat berbahaya karena bisa memicu ketidakadilan hukum bagi tindakan kriminal yang terjadi di masyarakat.
Karenanya, kasus yang menimpa Meila Nurul mengundang perhatian luas dari berbagai kalangan. Banyak yang melihat ini sebagai contoh nyata betapa berisikonya membela hak-hak korban kekerasan seksual di Indonesia. Warganet terus menyuarakan dukungan mereka, berharap keadilan bagi Meila dan para korban yang ia dampingi.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Mirafestivalberlin? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Mirafestivalberlin, Mirafestivalberlin.com. Caranya DAFTAR DI SINI!
(naq/naq)