Life

Menilik Pertunangan Anak yang Marak Terjadi di Madura, Terjadi karena Keinginan Keluarga

×

Menilik Pertunangan Anak yang Marak Terjadi di Madura, Terjadi karena Keinginan Keluarga

Sebarkan artikel ini


Viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan seorang gadis berusia 12 tahun disebut dilamar oleh seorang duda anak satu berusia 27 tahun di Madura. Video ini dibagikan oleh akun TikTok @_novithaaa_.

Dalam video tersebut, terlihat seorang anak perempuan menggunakan baju merah dan jilbab hitam tampak sedang menyambut tamu undangan yang hadir di depan rumah. Para tamu undangan yang hadir terlihat memberikan uang kepada anak tersebut.

“Mau heran tapi ini Madura,” tulis akun TikTok @_novithaaa_.

Netizen di media sosial mengkritik pertunangan tersebut dan bersimpati kepada sang anak.

“Bisa dilaporin nggak sih? Si cowok sm orangtuanya, nggak mungkin juga tunangan tanpa izin orangtuanya,” komentar @moc***.

“Ini termasuk abusive ke anak nggak sih? Masih kecil, secara organ tubuh masih dalam proses pertumbuhan, udah harus menikah dengan pria dewasa duda pula, pasti putus sekolah kan ini si adek, I’m so sorry for you dek, orang dewasa di sekelilingmu tak menjagamu dengan baik, malah menjerumuskanmu ke pernikahan dini,” tulis akun @ayu***.

Marak Kasus Pertunangan Anak di Madura
Pernikahan Dini/ Foto: Freepik/bristekjegor

Ilustrasi/Foto: Freepik/bristekjegor

Hal ini bukan pertama kalinya terjadi, Beauties. Sebelumnya, viral bocah perempuan berusia 7 tahun di Madura bertunangan. Menurut keterangan keluarga, pertunangan tersebut dilangsungkan sebagai bentuk tradisi sekaligus bentuk komitmen.

Pernikahan dini atau pertunangan anak di bawah umur bukan hal yang asing lagi di Madura. Alasannya beragam, namun rata-rata didominasi oleh tradisi hingga keinginan keluarga.

Tradisi Pertunangan Anak Terjadi karena Keinginan Keluarga
Ilustrasi menikah

Foto: Freepik/Freepik

Menurut Hasani, Budayawan Sampang, tradisi perjodohan hingga pertunangan anak di bawah umur merupakan keinginan keluarga. 

“Akal bhakal namanya, dalam tradisi Madura itu murni hasil para orang tua dan sesepuh. Kalau terjadi abhakalan bukan hasil para orang tua disebut hasil sendiri (ollenah dhibik),” jelas Hasani kepada detikJatim.

Usia bukan menjadi penghalang untuk melaksanakan tradisi perjodohan tersebut. Menurut keluarga, selama ada kecocokan, maka perjodohan bisa terjadi. Bahkan pertunangan bisa dilakukan sejak lahir.

“Di sebagian daerah di Sumenep pedalaman ada yang sudah bertunangan sejak lahir karena sejatinya yang yang ingin menjalin hubungan itu bukan anak, tapi antarkeluarga,” ungkap Hasani.

Sementara itu, menurut Budayawan Madura, Ra Hasani Usman menjelaskan meski ada tradisi pertunangan sejak anak, namun pernikahan harus menunggu jeda waktu yang lama dan siap untuk menikah, dikutip dari detikJatim.

Menurutnya, pertunangan yang dilakukan sejak kecil ataupun usia dini tetap harus tetap menunggu kesiapan dengan batas usia pernikahan sesuai perundangan. Dalam pertunangan di usia dini, kedua orangtua biasanya memiliki konsekuensi menjaga memelihara komunikasi.


Dampak Pernikahan Dini bagi Anak
Ilustrasi pernikahan (Foto: Unsplash/Nathan Dumlao)

Ilustrasi/Foto: Unsplash/Nathan Dumlao

Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019, batas usia minimal perempuan dan pria untuk menikah adalah 19 tahun. Fenomena pernikahan dini di Indonesia tentu merupakan hal yang memprihatinkan. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekitar 50 ribu anak di Indonesia menikah dini karena mayoritas hamil di luar nikah.

Perlu disadari, dibutuhkan kesiapan yang matang dari berbagai aspek untuk bisa menjalankan sebuah pernikahan. Pernikahan dini bisa memberikan dampak negatif terhadap anak, mulai dari fisik hingga mental.

Dari kesehatan fisik, kondisi rahim perempuan yang masih terlalu dini dapat menyebabkan kandungan lemah dan sel telur masih belum sempurna sehingga kemungkinan anak akan lahir secara prematur maupun cacat, sebagaimana dilansir dari laman Kementerian Kesehatan RI.

Pernikahan dini juga bisa berdampak pada kondisi psikologis anak. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai adanya gejolak emosi yang tidak stabil dan juga dikenal sebagai masa pencairan identitas diri. Kondisi jiwa yang tidak stabil akan berpengaruh pada hubungan suami istri, akan banyak konflik yang terjadi dan mengakibatkan perceraian jika masing-masing individu tidak dapat mengendalikan diri.

Adanya pernikahan dini ini menjadi ‘wadah’ untuk merampas hak seorang anak, di mana mereka seharusnya masih dalam usia untuk bertumbuh dan berkembang, bukan untuk menjalani bahtera rumah tangga.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Mirafestivalberlin? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Mirafestivalberlin, Mirafestivalberlin.com. Caranya DAFTAR DI SINI!


(naq/naq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *